Jejak langkah telah mengalun bersama angin
Menerbangkan helai demi helai angin yang telah rapuh
Setitik kosong gelap merajai hati
Kesunyian dan kesepian dalam bahtera tak menepi
Tidakkah kau melihat ke belakang?
Hujan telah berlalu
Mentari tersenum kembali
Pelangi telah berpendar
Kenapa kau bersedih
Padahal
Kau tak sendiri lagi
Karena ku tak bisa melihat apa yang ingin kulihat
Ku tak bisa mendengar apa yang ingin kudengar
Dan ku takbisa merasa apa yang ingin kurasakan
Indah pelangi dan rintik kecil hujan hanyalah semu
Begitu pula dengan kebahagiaan yang tak bisa kurasakan
Jadilah mata hatiku
Perasaanku
Dan jari jemariku
Agar aku bisa tersenyum di akhir sisa hidupku
Aku memang bukan pelangi
Yang menghias langit dengan warna surga
Tetapi
Aku bisa menjadi pelangi untukmu
Untuk membuat riang di hatimu
Jadilah
Jadilah pelangi itu
Guratkan sesungging senyum di bibirku yang membiru
Dan berikan aku secercah cahaya
Yang menemaniku hingga aku terlalu lelah
Untuk bahagia
Lepaskanlah diri kita
Dari untaian kata-kata hitam
Sungguh
Itu membuatku tak berarti
Marilah kita
Mengeluarkan kata-kata putih
Dari jemari kita
Sejenak aku terdiam
Bisakah?
Bisakah kugurat putih itu?
Bukankah tiada putih bagiku lagi?
Tapi kini aku tersadar
Kau, kau yang menjadi putih dihatiku.
Selamanya, hingga akhir waktu
Mari kita menari
Menarikan tarian kebahagiaan
ayunkan tanganmu
langkahkan kakimu
ikuti alunan nada kehidupan
hingga orkestra berakhir
M. Salim dan Fuly
Palembang-Bandung, 14 September 2008
Label: Berbalas Puisi , Puisi Pendek